Perbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional

Tema Tulisan tentang : Perbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional

lihat juga


Perbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional

Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama.
Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.
Pada kurikulum 2013 dibutuhkan dapat diimplementasikan pembelajaran periode 21. Hal ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Salah satu yang mencerminkan pembelajaran periode 21 ialah kolaborasi (collaboration). Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antaranggota.

Baca juga: 4 Hal yang Mencerminkan Pembelajaran Abad 21

Sukses bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama, alasannya ialah pada dasarnya insan disamping sebagai seorang individu, juga makhluk sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang bisa bekerja dalam tim, kurang bisa mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya, alasannya ialah menurut hasil penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.

Pembelajaran kolaboratif dilandasi oleh pandangan konstruktivistik yang berpegang pada premis bahwa pengetahuan diperoleh sebagai jawaban dari proses konstruksi yang berkesinambungan di dalam diri setiap pebelajar. Kaum konstruktivis menekankan berguru bukan dalam hubungannya dengan otoritas eksternal, melainkan konstruksi pengetahuan oleh pebelajar sendiri. Perbedaan yang bersifat mendasar antara metode pembelajaran kolaboratif dan konvensional dapat ditabulasikan sebagai berikut:

Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran Konvensional
Siswa berguru secara berkelompok
Siswa berguru secara klasikal
Antarsiswa berkolaborasi (bekerjasama)
Antarsiswa berkompetisi (bersaing)
Keberhasilan individu siswa bergantung pula pada keberhasilan teman, terutama dalam kelompoknyaKeberhasilan individu siswa tidak bergantung pada keberhasilan teman-temannya
Filsafat yang mendasari pengetahuan diperoleh siswa melalui interaksi antara pancaindranya dengan lingkungan kelompoknyaFilsafat yang mendasari pengetahuan diperoleh melalui transfer/ transmisi dari guru kepada siswa

Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para hebat maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para hebat Student Team Learning pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:

1. Learning Together

Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok berhubungan untuk menyelesaikan peran yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya mendapatkan dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

2. Teams-Games-Tournament (TGT)

Setelah berguru bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.

3. Group Investigation (GI)

Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan problem yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

4. Academic-Constructive Controversy (AC)

Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil berguru masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, relasi antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.

5. Jigsaw Proscedure (JP)

Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi peran yang berbeda-beda ihwal suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan bahan yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.

6. Student Team Achievement Divisions (STAD)

Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling berguru dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya ialah keberhasilan seorang akan kuat terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan kuat terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil berguru individual maupun kelompok.

7. Complex Instruction (CI)

Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya ialah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

8. Team Accelerated Instruction (TAI)

Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian tolong-menolong dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun kalau seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, beliau harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil berguru individual maupun kelompok.

9. Cooperative Learning Stuctures (CLS)

Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, beliau memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.

10. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Model pembelajaran ini seakan-akan dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun verbal di dalam kelompoknya.
Sumber http://www.sekolahdasar.net


loading...

Demikianlah Artikel Perbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional

Demikian artikel kamiPerbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional, Semoga apa yang anda baca bisa berguna dan di manfaatkan untuk semua kalangan dimanapun.

Anda sedang membaca artikel Perbedaan Pembelajaran Kolaboratif dan Konvensional Url dari artikel kami adalah https://gratisbuatmumau.blogspot.com/2018/01/perbedaan-pembelajaran-kolaboratif-dan.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.
loading...